Beranda

Senin, 16 Januari 2012

(I Like Monday) Hari Ini Aku Telah Memutuskan Rezeki Orang Lain

Hari Ini Aku Telah Memutuskan Rezeki Orang Lain 
Oleh : Fiyan Arjun


Jahat! Tak punya rasa kemanusiaan. Tak berempati.

Silakan Anda berkomentar seperti itu. Dan saya akan menerimanya dengan senang hati! Agar saya bisa ber-intropeksi diri kembali aau sebagainya. Itu yang sangat saya sukai. Kenapa tidak kalau saya (memang) bersalah dalam posisi itu--dan saya harus melakukan hal itu. Lalu bagaimana jika dalam posisi itu aku tidak (benar-benar) bersalah? Inilah perkara yang sebenarnya terjadi...Dan tidak mudah untuk dikatakan apalagi menghakimi!

**

Bang Karim, begitu namanya! Begitu jika kali datang tiap seminggu dua kali disaat embun pagi masih bermanja bergelantung di dedaunan.

 

Bang Karim. Ya, ia adalah seorang tukang koran. Tukang koran yang tiap pagi selalu  berteriak di muka halaman rumahku. "Koran...koran....! Pak-Bu korannya nggak!"

Dan begitulah tiap kali ia berteriak disaat embun pagi masih bermanja bergelantung di dedaunan. Dan aku pasti selalu mendengar teriakannya itu. Tapi sayangnya saya  hanya mendengar teriakan Bang Karim saja yang sedang memanggil seisi kampung dengan suara bassnya agar mau melirik koran yang ia bawa pagi itu. Lagi-lagi aku tidak membeli korannya! Dikarenakan aku sudah berlangganan koran secara eceran di loper koran tepatnya di pangkalan ojek.

Ya, berlangganan eceran yang hanya seminggu dua kali--saya lakukan lalu menuju loper koran yang berada di pangkal ojek. Tidak jauh dari rumahku.

Namun karena aku tiap kali melihat ia berteriak koran, koran, di muka rumah akhirnya aku pun berempati. Aku akhirnya berlangganan dengannya walau  terpaksa  aku harus ”beralih” rezeki bukan lagi kepada langganan loper koran yang sudah lama kuberlangganan. Ya, karena aku ingin berbagi rezeki juga dengan Pak Karim, tukang koran yang kutasir berusia 45-an –yang sering kali berteriak di muka rumah tiap pagi. Dan dua bulan lebihlah akhirnya aku berlangganan juga dengannya. Berlangganan koran hanya setiap seminggu dua kali kulakukan Dua bulan lebihlah akhirnya aku menjadi pelanggannya.

Tapi tidak untuk hari ini Senin (18/07). Aku sudah memutuskan untuk tidak berlangganan dengannya. Walau aku tahu selama dua bulan lebih itu ia mendapatkan rezeki dariku—dengan cara membeli korannya secara langganan walau tidak tiap hari. Tapi apa mau dikata karena kebutuhanlah yang menjadi faktor iru. Karena kebutuhanlah pula aku perhatikan! Walau aku tahu secara tidak langsung telah memutuskan rezeki dariku. Namun karena kondisiku yang harus lebih mengambil priroitas yang utama. Kebutuhan yang semakin mendesak dan butuh pengeluarn lebih maka aku dengan berat hati memutuskan berlangganan untuk membeli koran darinya. Padahal koran adalah salah satu referensiku untuk bahan-bahan aku menulis. Karena sebagai penulis, mahasiswa dan guru ekskul Jurnalistik Cilik (Writing Club) aku harus banyak  baca dan mendapatkan wawasan dari luar. Yakni, membaca koran. Bukankan membaca koran kita juga akan mendapatkann ilmu? Dan ilmu adalah jendela dunia, bukan begiu?

”Pak, maaf ya saya ridak bisa langganan koran sama Bapak lagi. Maaf ya Pak semoga Bapak bisa dapat langganan lebih seusai saya tidak berlangganan dengan saya.”

Dan pagi itu pun aku hanya dapat melihat awan mendung di muka Pak Karim. Walau ia tersenyum padaku saat aku membayar uang koran yang sudah kubeli dari tangan yang sudah mengeriput[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...