Saat Kutanya
Ketidakadilan Itu Apa
Oleh : Muhammad Khalabi
Oleh : Muhammad Khalabi
Kulihat
nanar pemberitaan semesta disuatu senja, kala yang lain mungkin masih sibuk
dengan kemacetan Jakarta .
Ada yang
menggelitik ruang tanya dalam hatiku, mengapa selalu ketidakadilan?Mengapa
selalu yang terpinggirkan, yang selalu menjadi sasaran ego kebinatangan seorang
manusia?apalagi mereka seharusnya menjadi teladan ditengah-tengah carut marut
zaman yang makin tak terkendali.
Pada
ruang itu, dalam relung hatiku sejenak ku kumpulkan serpihan kesempurnaan indera
yang diberikan Tuhan untuk ku. Saat kutanya pada hatiku, dengan sedikit kecewa
dia mengatakan;
“Rimba
waktu yang kian liar pada sedikitnya orang-orang sadar, menginformasikan aku
bahwa ada yang hilang dikedalaman bijak manusia masa kini. Karena titik-titik
hitam yang tanpa sadar mereka kumpulkan, perlahan menutupi cahaya penglihatan
kearifan langkah nafasnya”
Aku
tersenyum kala itu, karena memang itulah kenyataan zaman ini. Di kala segala
yang instan dan yang dulu dianggap tabu, kini lumrah dan malah menjadi trend
yang seakan membudaya dan harus terlestarikan. Lalu sejenak aku menatap sang
ego yang sedari tadi hanya tertawa terkekeh-kekeh, dan dia berkata;
“ketidakadilan
terlahir dari kelemahan manusia dalam mengendalikan diri sejatinya, dan nurani
ternyata membusuk setelah penyakit-penyakitnya dibiarkan menggerogoti semangat
untuk membahagiakan yang lain. Setelah semangat yang membersamakan itu mati,
penyakit itu bermetamorfosa menjadi ambisi yang mengacaukan aliran benar dan
salah. Sehingga manusia itu, tidak lagi punya rasa empati untuk menganiaya
sesamanya.”
Kutatap
ego yang terengah-engah menjelaskan kebenaran yang semakin benar kini, mungkin
esok dan seterusnya sampai manusia benar-benar peduli pada seluruh indera
positif yang lahir dari kedekatannya dengan tuhan. Saat semua hening terdiam,
larut dalam kebimbangan masa yang kian tak mengenal kebijaksanaan surga. Akalku
beranjak mendekati dan mendekatkan kami, lalu berbisik;
“ketidakadilan
itu sebenarnya tidak ada, kawan!yang ada hanyalah ruang dalam jiwa, hati, dan
pikiran manusia itu sendiri yang dibiarkan kosong dari bayang-bayang Tuhan.
Karena jika Dia Yang Maha Esa ada dan bertahta padanya, semua yang dipandang,
yang didengar,yang dirasa, yang diraba, adalah keharuan cinta untuk selalu
menyenangkan dan membahagiakan sesamanya. Bukan aniaya kedzaliman dan
ketidakadilan seperti yang selama ini kita lihat setiap hari.”
Tiba-tiba
air mata mengalir dipelupukku, tanpa sadar dada ini tergetar meyakinkan diri
akan keadaan Tuhan dalam hati. Tapi akal melihatku, dia memelukku dan berbisik
ditelingaku;
“Rasakan
Tuhan selalu Memandangmu, dan ingatlah saat-saat tersulit dalam hidupmu yang
Dia membantumu tanpa kau sadari dan bahkan tanpa kau pinta. Tataplah pikiranmu,
aturlah dia dengan aturan-Nya hingga tak pernah kau akan memikirkan
keunggulanmu yang bisa menyebabkanmu berlaku tidak adil pada sesamamu”
Seluruh badanku bergetar membanjiri air isak hati
senja itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...