Si Penjual Goreng
Oleh: Viona Novelia
Rintik
hujan membuatku harus berteduh disebuah pohon jambu yang berbunga. Kututup
barang daganganku dengan plastik yang sudah mulai lusuh. Sekitar 10 buah lagi,
sudah mulai dingin, goreng pisang itu nampak tak menarik lagi, lemas tak
berseri seperti tubuhku yang sangat letih, ku belum sempat makan siang sepulang
sekolah tadi, namun ku juga tidak berani memakan goreng pisang layu itu, itu
akan membuatku kehilangan sebagian penghasilanku, bayangkan saja dari satu
goreng yang terjual aku hanya mendapatkan dua ratus perak, paling banyak aku
dapat menghasilkan sepuluh puluh ribu rupiah setiap hari, namun hari ini masih
banyak tersisa, hujan deras membuat daganganku tidak terjual.
Bunga-bunga
jambu berguguran seiring dengan rintikan hujan yang menetes-netes di kepalaku,
ku kepit dulang tempat gorenganku agar tidak basah sambil membengkokkan badan
kedepan, rupanya hujan tak mau bersahabat, makin deras, akupun berlari kesebuah
warung kopi yang lumayan ramai. Beberapa orang manusia dewasa nampak
tertawa-tawa sambil menampih uang keatas meja, mata-mata mereka nampak serius
mengamati poin berbentuk lingkaran bewarna hitam dan merah di batu kecil segi
empat itu. Sesekali suara tawa mereka membuatku menutup telinga,
kuletakkan daganganku ditempat yang lumayan terhindar dari tempias hujan,
sang pemilik warung nampak kurang suka, tapi aku tak peduli, aku hanya ingin
berteduh.
Tepat
didepan warung itu aku melihat beberapa orang yang sedang berbincang-bincang di
teras depan, keluarga yang lengkap pikirku, hujan menghalangi penglihatanku,
samar-samar aku merasa pernah melihat gadis itu, dialah Mira teman sekolahku,
dia anak yang pintar dan pintar bahasa Inggris, dia nampak manja dengan orang
tuanya, aku tersenyum memperhatikannya dari sela-sela rintikan hujan, andai
saja ayah dan ibuku disini, mungkin aku akan tersenyum seperti itu juga, aku
merindukan mereka, namun hanya bisa merindukannya tampa bisa bertemu lagi,
mereka telah dipanggil yang maha kuasa saat bencana alam itu melongsorkan
rumahku sampai rata dengan tanah, dan saat kejadian itu aku sedang bermain
bersama teman-temanku, aku hanya bertemu mayat-mayat mereka yang telah
membusuk.
Kehidupan
seakan tak ingin mematikanku, padahal sudah berapa kali aku mencoba bunuh diri,
namun aku masih saja selamat dari maut yang terus kucari , aku sudah bosan
dengan kehidupan ini, kehidupan yang membuatku seperti orang tak berarti,
sampah masyarakat. Dan saat ini aku tinggal dengan seorang wanita separuh baya
yang bersedia merawatku, aku disekolahkannya, namun aku harus bekerja untuknya
sebagai penjual gorengan.
“Goreng
pisang Buk.....Gorengggggggggg........” Hujan sudah mulai reda, aku harus
menghabiskan barang daganganku, kaki telanjangku kembali menelusuri jalan aspal
ini, jalan yang selalu kulewati sebagai penjual goreng pisang.
Created
by : Viona Novelia
17
Januari 2012, 10.08 PM In Inspiring Room
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...