Beranda

Sabtu, 21 Januari 2012

(Flash Fiction) Putaran Roda Kehidupan


Putaran Roda Kehidupan
Oleh : Tha Artha

Katanya, hidup itu susah. Apalagi bila hidup pas-pasan. Kurang terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan sering menyesali nyawa yang Tuhan berikan. Tak jarang mengeluh juga sampai hati menuduh Tuhan tidak sayang hambanya.

"Tuhan hanya memihak para jutawan!" seruan itu terdengar lagi manakala disadarinya persedian beras di bilik semakin menipis.

Anaknya yang bertubuh kurus tetapi berperut buncit, mendekati lelaki di hadapanku. Ia merengek minta dibelikan mainan, tapi ayahnya menolak. Dipukulnya pantat putranya hingga menangis kencang. Aku tak tega menatap pemandangan miris tersebut, lalu kurogoh saku, mengeluarkan lembaran lima ribuan. Tangis anak itu berubah menjadi tawa saat menerimanya. Ia lalu berlari ke arah sebuah toko, membeli barang impian.

Lelaki di hadapanku tertunduk malu. Disruputnya kopi panas yang masih mengepulkan asapnya. Aku berusaha mencairkan suasana kembali. Tugasku tak kan usai jika dia berhenti beragumen. Maka segera kulontarkan candaan, berharap rona kusutnya segera menghilang.

Setelah kondisi membaik, kumulai lagi tugasku, "Lalu menurut Anda, bagaimana seharusnya sikap pemerintah pada rakyat kecil seperti bapak?" kusodorkan tape recorder mini di dekat bibirnya, menunggunya bicara. 
"Ya tolong jangan semakin memberatkan. Hidup kami sudah susah, semakin susah jika dikekang dengan aturan yang tidak penting. Masa subsidi untuk solar kapal nelayan dibatasi lagi? Lha bagaimana caranya kami melaut bila membeli bahan bakarnya saja tidak mampu?"
Aku terhenyak, sebuah ironi baru kutemui. "Saya baru tahu mengenai hal itu, Pak."
Seulas senyum terbias di wajah lelaki bernama Untung itu. Tak seperti namanya, hidupnya kurang beruntung akibat kebangkrutan yang dideritanya tiga tahun lalu. Memang, sebelumnya dia adalah juragan tersohor di daerahnya. Puluhan kapal nelayan miliknya, dia sewakan pada penduduk sekitarnya yang juga ingin meraih rejeki dari hasil laut. 
Namun, yang namanya kehidupan pastilah tak selamanya mulus. Roda pun berputar. Ia yang posisinya sedang di atas awan, perlahan-lahan bergerak ke bawah. Rekan kerjanya berhasil menipunya, membuat lelaki berputra satu itu pun terseok-seok dalam kerugian besar. 
Sempat dia sesali takdir Yang Maha Kuasa. Tapi disadarinya, hal ini merupakan kesalahannya pula. Andai dulu dia lebih mampu me-manage bisnis yang dia rintis dari nol, tidak memasrahkan sepenuhnya pada orang yang belum lama dia kenal, pasti akhirnya tak begini. Pak Untung masih bersyukur karena disisakan kediaman yang layak untuk istri dan anaknya. Berkat dorongan semangat sang istri, dia pun memulai mencari nafkah kembali dengan menjadi nelayan, seperti yang dijalaninya hingga kini.
Setelah berbasa-basi sebentar, kuakhiri pertemuanku dengannya. Sebuah berita telah tersusun rapi di otak, menunggu untuk kusalin di atas lembaran putih menggunakan tinta hitam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...