Beranda

Sabtu, 14 Januari 2012

(Artikel Teras) Kita di Dalam Budaya Latah

Kita di Dalam Budaya Latah
Oleh : Fiyan Arjun

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.”

Haree genee siapa yang nggak kenal Smash?  Boys band yang digawangi tujuh personil laki-laki ABG. Bertampang cute, kiyut dan rupawan. Pasti sudah pada kenalkan! Lalu siapa pula yang nggak tau 7 icons? Girls band  yang didominasi tujuh anggota perempuan ABG pula. Berparas cantik, smart dan berwajah oriental. Tentunya sudah pasti tau kan! Ya, iyalah pasti pada kenal bin taukan.

 

Terus....siapa yang nggak pernah absen menyaksikan aksi panggung baik secara live  maupun off air boys band dan girls band CherryBelle, 5 Bidadari, G-String, Mr. Bee, Treeji, 3 in 1 (baca:three in one), Max 5 dan masih banyak lagi. Pasti pernah menyaksikan aksi panggung baik secara live  maupun off air  bukan?

Dan tentunya apa yang saya sebutkan tadi adalah produk lokal dalam industri hiburan khususnya di dunia musik di tanah air ini—yang sudah mewabah hingga menjadi trend setter di zaman digital ini. Itulah fenomena yang ada hingga menjadi euforia dalam dunia hiburan khususnya dunia musik.

Apalagi ketika medio 4 Juni 2011 lalu Indonesia dihebohkan dalam sebuah event festival ‘KIMCHI K-POP’ (Korean Idols Music Concert Hosted in Indonesia). Bertempat di Istora Senayan Jakarta Dalam event tersebut diundanglah tamuSuper Junior (Suju) tampil yang juga menghadirkan bintang tamu lain dari Korea yaitu Park Jung Min, The Boss, Girl’s Day dan X-5 sebagai bintang. Hmm, benar-benar demam Korea mewabah di negeri ini.

Karena kesempatan itulah industri hiburan khususnya industri musik mengambil latah untuk bisa meramaikan  industri ini. Hingga boys band dan girls band Indonesia  latah untuk mengekor kesukseskan boys dan girl band Korea. Sampai ke dalam acara-acara televisi pun mulai mengemas program acaranya dengan kesan ke-Korea-Korean. Hingga sampai style rambut, dandanan, fashion dan pernak-pernik Korea menjadi ikon bahwa demam Korea sedang mewabah di negeri ini.

Memang hal ini tak selamanya buruk karena rasa ketertarikan hingga mendapatkan nilai yang positif pada hubungan antar negara. Tapi harus diperhatikan lagi bahwa ketertarikan ini menyebabkan masyarakat, terutama kalangan Ababil (ABG labil)—begitu sebuatan zaman sekarang. Mereka lebih tertarik dengan budaya Korea daripada budaya Indonesia sendiri. Pengaruh kebudayaan Korea semakin meningkat yang disebarkan melalui media massa sudah merasuk di berbagai segi kehidupan masyarakat Indonesia.

Kalau sudah begitu patutkah dipertanyakan? Latah menjadi salah satu dimiliki negeri ini—dalam hal ini industri hiburan, industri musik. Padahal dalam Wikipedia Bebas kata latah memiliki makna yakni suatu keadaan fisik di mana penderita secara spontanitas mengeluarkan respon (berupa ucapan kata-kata atau kalimat dan sering disertai gerakan tubuh) terhadap suara atau gerakan yang sifatnya mengagetkan penderita. Sejauh ini, latah baru ditemukan di budaya dan orang Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Oleh sebab itu, latah dianggap sebagai suatu sindrom khusus kebudayaan. Ketika berbondong-bondong demam Korea khususnya blantika musik dalam hal ini boys band dan girls band melanda. Sponitas semua pun ikut-ikutan. Alias, latah. Seakan-akan tak memiliki kepercayaan diri penuh terhadap kebudayaan yang sudah dimiliki.

Padahal Presiden RI pertama Soekarno sudah sejak lama berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.” Padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak sekali sejarah. Baik  dari zaman pra-sejarah hingga zaman reformasi sekarang. Lalu patutkan negeri ini masih berlatah ria hingga identitas negeri hilang. Alias, krisis budaya? Tidak setujukan? .

Ya, karena sejarah memiliki nilai yang sangat penting dan berharga di kehidupan masa depan sebagaimana perjuangan untuk mempertahankan bangsa ini, dan bagaimana kehidupan masyarakatnya. Apalagi bila sejarah itu kita dimusnahkan atau kita hilangkan maka generasi masa depan tidak akan merasa bangsa ini miliknya, mereka tidak akan merasakan bagaimana perjuangan pahlawan-pahlawan kita, dan yang lebih parahnya mereka tidak akan menghargai bangsanya sehingga tidak menutup kemungkinan generasi masa depan tidak memiliki nasionalisme lagi pada bangsa ini.

Memang jika ditelisik lebih dalam hal ini berbicara tentang sejarah musik. Ternyata musik telah dikenal sejak jaman nenek moyang kita. Musik kerap kali mengiringi upacara – upacara adat tertentu. Indonesia sendiri memiliki beragam jenis musik, hal ini dipengaruhi banyaknya suku adat yang ada. Tak salah bila Indonesia menjadi negara kaya akan seni dan budaya, termasuk seni musik ini.

Salah satunya sejarah musik keroncong masuk di Indonesia pertama kali berawal dari bangsa Portugis yang membawanya saat memasuki Indonesia. Dan baru pada awal tahun 1900 musik keroncong dianggap musik rendahan. Musik yang dianggap kampungan saat itu. Namun setelah tahun 1930 an barulah musik keroncong banyak diminati. Bahkan dunia perfilman saat itu sudah mulai menggabungkan musik tersebut—dalam film-film yang di produksi.

Dan lagu keroncong yang saat itu sangat popular adalah Bengawan Solo ciptaan Gesang Martohartono—yang ditulis pada tahun 1940. Lagu ini ditulis saat ketika tentara kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa pada PD II. Bukan hanya hanya populer dikalangan orang Jawa saja tapi juga popular di kalangan tentara Jepang usai  perang. Hingga lagu ini dibawa ke negara itu dan mereka menyanyikannya di sana.

Memang kalangan Ababil (ABG labil)—begitu sebuatan zaman sekarang. Mereka lebih tertarik dengan budaya luar jika sedang menjadi trend ketimbang negerinya sendiri. Dan juga hobi coba-coba, apa saja. Halnya latah berdemam Korea. Namun, apakah kita akan membiarkan mereka dan terus mentolerir segala aktivitas yang dilakukannya?

Orang yang suka latah  menandakan bahwa ia tidak memiliki kepercayaan terhadap kehidupannya. Ibarat orang yang berpergian tanpa pegangan yang jelas. Mereka juga sama, manusia dan sudah masuk hitungan terkena beban hukum. Nah, kewajiban searang muslim yang sudah terbebani hukum itu adalah wajib terikat dengan norma-norma agama—dan menjalankannya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang berlaku oleh segala aturanya yang ada. Dan keluargalah tempat yang paling mudah dan bisa ditoleran sebagai pondasi utama keimanan. Keluarga harus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan bagi dunia remaja zaman sekarang ini.

Memang hidup di dunia ini tak ubahnya seperti menempuh suatu perjalanan anak manusia. Manusia itu sendiri harus tahu perjalanan hidupnya. Mau kemanakah jati dirinya dibawa? Dari mana datangnya? Untuk apa hidupnya? Lalu akan kemana setelah matinya? Pertanyaan mendasar ini seharus terjawab bila nanti ada di yaumul mashar.. Jika tidak manusia akan senantiasa berada dalam kebimbangan. Tak dapat melangkah dengan arah yang pasti untuk mengarungi kehidupannya. Akibatnya akan menjadi orang yang latah. Kemana lingkungan mempengaruhinya. Disitulah akan mengikutinya.

Makanya biar tak menjadi generasi latah. Generasi mudah seharusnya tahu dulu aturan norma-norma dalam agama. Memang tidak ada yang melarang untuk mengikuti trend. Tapi asalkan trend itu bermanfaat dan berguna untuk generasi muda. Misalkan trend berkaitan tekhnologi dan ilmu pengetahuan yang harus mengitu dengan teliti pula. Halnya teknologi informasi dalam hal ini dunia musik, industri hiburan yang membuat kita terkagum-kagum. Itu boleh-boleh saja asal jangan sampai kebablasan apalagi sampai latah.

Jadi, bila mengikuti dengan ikhlas gaya hidup peradaban modern saat ini—tertentu yang jelas bertentangan dengan norma-norma agama maka sudah sebaiknya dijauhkan. Lagi pula tidak maukan yang—termasuk ke dalam golongan mereka. Golongan yang nanti dikatakan golongan latah. Hmm, ironi sekali![]

Ulujami, Kamar Inspirasi. Oktober 2011
Majulah negeriku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...