Kita di Dalam Budaya Latah
Oleh : Fiyan Arjun
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.”
Haree genee siapa yang nggak kenal Smash? Boys band yang digawangi
tujuh personil laki-laki ABG. Bertampang cute, kiyut dan rupawan. Pasti
sudah pada kenalkan! Lalu siapa pula yang nggak tau 7 icons? Girls
band yang didominasi tujuh anggota perempuan ABG pula. Berparas
cantik, smart dan berwajah oriental. Tentunya sudah pasti tau kan! Ya,
iyalah pasti pada kenal bin taukan.
Terus....siapa yang nggak pernah absen menyaksikan aksi panggung baik secara live maupun off air boys band dan girls band CherryBelle, 5 Bidadari, G-String, Mr. Bee, Treeji, 3 in 1 (baca:three in one), Max 5 dan masih banyak lagi. Pasti pernah menyaksikan aksi panggung baik secara live maupun off air bukan?
Dan tentunya apa yang saya sebutkan tadi adalah produk lokal dalam
industri hiburan khususnya di dunia musik di tanah air ini—yang sudah
mewabah hingga menjadi trend setter di zaman digital ini. Itulah fenomena yang ada hingga menjadi euforia dalam dunia hiburan khususnya dunia musik.
Apalagi ketika medio 4 Juni 2011 lalu Indonesia dihebohkan dalam sebuah event festival ‘KIMCHI K-POP’ (Korean Idols Music Concert Hosted in Indonesia).
Bertempat di Istora Senayan Jakarta Dalam event tersebut diundanglah
tamuSuper Junior (Suju) tampil yang juga menghadirkan bintang tamu lain
dari Korea yaitu Park Jung Min, The Boss, Girl’s Day dan X-5 sebagai
bintang. Hmm, benar-benar demam Korea mewabah di negeri ini.
Karena kesempatan itulah industri hiburan khususnya industri musik
mengambil latah untuk bisa meramaikan industri ini. Hingga boys band
dan girls band Indonesia latah untuk mengekor kesukseskan boys dan
girl band Korea. Sampai ke dalam acara-acara televisi pun mulai
mengemas program acaranya dengan kesan ke-Korea-Korean. Hingga sampai
style rambut, dandanan, fashion dan pernak-pernik Korea menjadi ikon
bahwa demam Korea sedang mewabah di negeri ini.
Memang hal ini tak selamanya buruk karena rasa ketertarikan hingga
mendapatkan nilai yang positif pada hubungan antar negara. Tapi harus
diperhatikan lagi bahwa ketertarikan ini menyebabkan masyarakat,
terutama kalangan Ababil (ABG labil)—begitu sebuatan zaman sekarang.
Mereka lebih tertarik dengan budaya Korea daripada budaya Indonesia
sendiri. Pengaruh kebudayaan Korea semakin meningkat yang disebarkan
melalui media massa sudah merasuk di berbagai segi kehidupan masyarakat
Indonesia.
Kalau sudah begitu patutkah dipertanyakan? Latah menjadi salah satu
dimiliki negeri ini—dalam hal ini industri hiburan, industri musik.
Padahal dalam Wikipedia Bebas kata latah memiliki
makna yakni suatu keadaan fisik di mana penderita secara spontanitas
mengeluarkan respon (berupa ucapan kata-kata atau kalimat dan sering
disertai gerakan tubuh) terhadap suara atau gerakan yang sifatnya
mengagetkan penderita. Sejauh ini, latah baru ditemukan di
budaya dan orang Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Oleh
sebab itu, latah dianggap sebagai suatu sindrom khusus
kebudayaan. Ketika berbondong-bondong demam Korea khususnya blantika
musik dalam hal ini boys band dan girls band melanda. Sponitas semua pun
ikut-ikutan. Alias, latah. Seakan-akan tak memiliki kepercayaan diri
penuh terhadap kebudayaan yang sudah dimiliki.
Padahal Presiden RI pertama Soekarno sudah sejak lama berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.”
Padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak sekali
sejarah. Baik dari zaman pra-sejarah hingga zaman reformasi sekarang.
Lalu patutkan negeri ini masih berlatah ria hingga identitas negeri
hilang. Alias, krisis budaya? Tidak setujukan? .
Ya, karena sejarah memiliki nilai yang sangat penting dan berharga
di kehidupan masa depan sebagaimana perjuangan untuk mempertahankan
bangsa ini, dan bagaimana kehidupan masyarakatnya. Apalagi bila sejarah
itu kita dimusnahkan atau kita hilangkan maka generasi masa depan
tidak akan merasa bangsa ini miliknya, mereka tidak akan merasakan
bagaimana perjuangan pahlawan-pahlawan kita, dan yang lebih parahnya
mereka tidak akan menghargai bangsanya sehingga tidak menutup
kemungkinan generasi masa depan tidak memiliki nasionalisme lagi pada
bangsa ini.
Memang jika ditelisik lebih dalam hal ini berbicara tentang sejarah
musik. Ternyata musik telah dikenal sejak jaman nenek moyang kita.
Musik kerap kali mengiringi upacara – upacara adat tertentu. Indonesia
sendiri memiliki beragam jenis musik, hal ini dipengaruhi banyaknya
suku adat yang ada. Tak salah bila Indonesia menjadi negara kaya akan
seni dan budaya, termasuk seni musik ini.
Salah satunya sejarah musik keroncong masuk di Indonesia pertama
kali berawal dari bangsa Portugis yang membawanya saat memasuki
Indonesia. Dan baru pada awal tahun 1900 musik keroncong dianggap musik
rendahan. Musik yang dianggap kampungan saat itu. Namun setelah tahun
1930 an barulah musik keroncong banyak diminati. Bahkan dunia perfilman
saat itu sudah mulai menggabungkan musik tersebut—dalam film-film yang
di produksi.
Dan lagu keroncong yang saat itu sangat popular adalah Bengawan Solo
ciptaan Gesang Martohartono—yang ditulis pada tahun 1940. Lagu ini
ditulis saat ketika tentara kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa pada
PD II. Bukan hanya hanya populer dikalangan orang Jawa saja tapi juga
popular di kalangan tentara Jepang usai perang. Hingga lagu ini dibawa
ke negara itu dan mereka menyanyikannya di sana.
Memang kalangan Ababil (ABG labil)—begitu sebuatan zaman sekarang.
Mereka lebih tertarik dengan budaya luar jika sedang menjadi trend
ketimbang negerinya sendiri. Dan juga hobi coba-coba, apa saja. Halnya
latah berdemam Korea. Namun, apakah kita akan membiarkan mereka dan
terus mentolerir segala aktivitas yang dilakukannya?
Orang yang suka latah menandakan bahwa ia tidak memiliki
kepercayaan terhadap kehidupannya. Ibarat orang yang berpergian tanpa
pegangan yang jelas. Mereka juga sama, manusia dan sudah masuk hitungan
terkena beban hukum. Nah, kewajiban searang muslim yang sudah
terbebani hukum itu adalah wajib terikat dengan norma-norma agama—dan
menjalankannya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang berlaku oleh
segala aturanya yang ada. Dan keluargalah tempat yang paling mudah dan
bisa ditoleran sebagai pondasi utama keimanan. Keluarga harus
menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan bagi dunia remaja
zaman sekarang ini.
Memang hidup di dunia ini tak ubahnya seperti menempuh suatu
perjalanan anak manusia. Manusia itu sendiri harus tahu perjalanan
hidupnya. Mau kemanakah jati dirinya dibawa? Dari mana datangnya? Untuk
apa hidupnya? Lalu akan kemana setelah matinya? Pertanyaan mendasar
ini seharus terjawab bila nanti ada di yaumul mashar.. Jika
tidak manusia akan senantiasa berada dalam kebimbangan. Tak dapat
melangkah dengan arah yang pasti untuk mengarungi kehidupannya.
Akibatnya akan menjadi orang yang latah. Kemana lingkungan
mempengaruhinya. Disitulah akan mengikutinya.
Makanya biar tak menjadi generasi latah. Generasi mudah seharusnya
tahu dulu aturan norma-norma dalam agama. Memang tidak ada yang
melarang untuk mengikuti trend. Tapi asalkan trend itu bermanfaat dan
berguna untuk generasi muda. Misalkan trend berkaitan tekhnologi dan
ilmu pengetahuan yang harus mengitu dengan teliti pula. Halnya
teknologi informasi dalam hal ini dunia musik, industri hiburan yang
membuat kita terkagum-kagum. Itu boleh-boleh saja asal jangan sampai
kebablasan apalagi sampai latah.
Jadi, bila mengikuti dengan ikhlas gaya hidup peradaban modern saat
ini—tertentu yang jelas bertentangan dengan norma-norma agama maka
sudah sebaiknya dijauhkan. Lagi pula tidak maukan yang—termasuk ke
dalam golongan mereka. Golongan yang nanti dikatakan golongan latah.
Hmm, ironi sekali![]
Ulujami, Kamar Inspirasi. Oktober 2011
Majulah negeriku....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...