Beranda

Senin, 16 Januari 2012

(Ceramah) Sediakan (Selalu) Ruang Bebas Untuk Dibenci dan Dicaci

Sediakan (Selalu) Ruang Bebas Untuk Dibenci dan Dicaci
Oleh : Fiyan Arjun

Dalam hadits  Qudsi Allah berfirman,” Dan siapa yang tidak sanggup bersabar menerima ujian-Ku, maka hendaklah dia keluar dari kolong langitku dan hendaklah dia mencari Tuhan selain diri-Ku.”

Rambut boleh sama hitam. Pun kulit boleh sama sawo matang (coklat). Tetapi hati belumlah tentu sama.Ibarat dalamnya laut bisa diukur namun dalamnya hati siapa yang tahu!

Begitulah hidup dan kehidupan di dunia fana ini. Tuhan sudah menciptakan  dan memberikan bagai bentuk, rupa dan kalbu setiap masing-masing makhluk (manusia) ciptaan-Nya. Tanpa cela. Cacat. Maupun kekurangan. Semua diciptakan dengan sebaik-baiknya tanpa ada turut campur tangan. Namun sayangnya manusianya itu sendiri tak menyadari itu bahkan ada yang saling menghujat, menghardik serta saling membenci hingga tanpa berpikir ulang dua kali. Siapa yang menciptakan dirinya? Itulah yang perlu ditanyakan! Kalau bukan Tuhan yang tunggal. Satu. Esa. Dia-lah tiada Tuhan selain Dia, Allah Swt.


Bicara tentang dibenci dan dicaci penulis pernah dan sering mengalaminya—dan tentu Anda sendiri pun bahkan pernah dan sering pula mengalami seperti saya ini, bukan? Mungkin! Tapi itu wajar dan lumrah. Karena kita hidup (ber-hablumminnas) tak selalu selamanya disukai dan dihormati tetapi harus siap menerima resiko. Dan resiko itu bernama: Dibenci dan Dicaci! Jadi untuk itulah sesuai judul tulisan di atas maka sediakan ruang selalu untuk dibenci dan dicaci Karena hidup tak selalu lurus-lurus saja terkadang ada bengkoknya…

Ya, membuat orang lain menyukai dengan diri kita tidaklah gampang. Mudah. Pun begitu membuat orang jatuh hati (cinta) kepada diri kita pula tidaklah semudah membalikan tangan. Adrakadabra…Ting! Timbulah rasa itu…Saya rasa musykil! Begitu pun merubah rasa benci menjadi rasa sayang (dicintai) bukan pula perkara remeh atau sepele. Hmm…ibarat secangkir teh bila dituangkan segenggam gula dari tangan  tetap saja masih ada rasa kecut dan pahitnya. Semua tak mudah dihilangkan. Begitu juga rasa benci dan rasa dicaci oleh orang lain kepada diri kita. Masih saja tersimpan!

Hal ini mengingatkan saya tentang peristiwa di kampung halaman saya. Dimana di kampung halaman saya terdapat ada dua penghuni rumah yang—hidupnya selalu saja saling memalingkan muka antara yang satu dengan yang lain. Begitulah tiap harinya. Bahkan ada saja yang diributkan. Slek. Setelah itu saling menghujat jika bertemu lalu saling menghardik. Sampai-sampai ada diantara mereka   dari mulutnya keluar semua para penghuni kebun binatang. Saling menyerang! Ironi sekali.

Memang tidaklah mudah melakukan anjuran dan  meninggalkan larangan. Orang yang dibenci dan dicaci tentu selalu punya emosi untuk balik menyerang. Membalas. Saat itu logika tak main. Hanya nafsu setan yang didahulukan. Pun orang yang dicaci punya hasrat untuk kembali membuat ‘perhitungan’. Karena itulah penerimaan lebih kuat pada aspek pengendalian diri—dan karenanyalah Allah murka kepada orang-orang yang tidak sanggup menerima ketika dia mengharuskan mereka menerima.

Dus, kebencian orang lain memang perlu dan butuh penerimaan yang tulus, ihklas dan sabar serta legowo. Bukan yang dinamakan penerimaan yang direkayasa. Bukan penerimaan yang sengaja diciptakan membuat orang lain untuk selalu membenci agar kita mendapatkan kebaikan dari perlakuan buruk itu. Bukan itu yang dimaksud!

Memang realita kehidupan kita memang tidak pernah menyediakan ruang bebas untuk dibenci dan dicaci. Karenanya sebelum diri mendapati benci dan dicaci itu sediakan selalu ruang di hati untuk dibenci dan dicaci. Halnya memadamkan percik api benci dan dendam tidaklah mudah. Karena itulah di hati kita harus selalu ada ruang yang tersedia untuk menerimanya. Tetapi  yang lebih penting lagi  setelah itu, kebencian dan dendam itu dihapuskan dengan kata maaf. Karena sikap itulah yang akan mengantarkan kita kepada surganya Sang Khalik. Wa’allahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...