Beranda

Senin, 16 Januari 2012

(Flash Fiction) Penunggu Mentari

Penunggu Mentari

Ika Pratiwi 

Sinar mentari mulai berbagi kehangatan saat aku kembali pagi ini . Selayang pandang hanya hijau yang penuhi mata.  Tak kutemukan wajah sendu itu lagi. Marahkah ia? 

Ia  yang menatap mentari dengan khusyuknya tiap pagi di atas batu besar ini setiap aku mengamatinya dari dataran tinggi. Siapakah ia? Pemuja Dewi Matahari, Amaterasu Omikami? Ah, ini bukan negeri matahari. Ataukah hanya penghayal yang terobsesi pada sinar mentari? Berjejal tanya hingga tak kusadari jeratan mata indahnya padaku yang mematung di depannya. Tatap penuh tanya itu serasa mengulitiku. Ah, akulah yang harusnya menyabotase tatapan itu untuknya. Untuk kegiatan anehnya.  

“ Apa yang kau lakukan di sini?” tanya itu menyeruak tanpa sanggup kutahan lagi. 

“ Apa yang kau lakukan di dataran tinggi itu? Mengamatiku?”   

Ah, mengapa tanya harus memiliki cermin? Tanya berbalik tanya. 

“ Sedikit banyak, ya. Aktivitasmu yang tak biasa ini membuatku mengamatimu.” Tertatih mencoba menyingkap kabut yang menaungi ronanya dengan senyumku.  

“ Tak biasa? Mempercayakan asa pada mentari. Akankah kau sebut aku ‘gila’?” 

Ah, betapa dalam pedih yang tersampaikan nada. Lagi – lagi tanya yang ia ajukan. Retoris.  

“ Hei, aku hanya penasaran. Tak lebih. Kita tak saling kenal, tapi aku harap kau mau berbagi cerita itu.” 

“ Harapan. Kasih sayang. Itulah yang kucari dari sinarnya. Hidupku gelap. Tak ada beda siang dan malam. Semua sinar kehangatan sang mentari kehidupanku tercerabut dengan kepergian orang tuaku dalam kecelakaan 4 tahun lalu. Aku sebatang kara. Sendiri. Dan aku hanya meminta asa dan cinta itu pada ketulusan mentari. Mengertikah kau sekarang?”  

Pedih itu semakin kentara. Tak hanya nada yang mengucap, namun wajah yang melukiskannya. 

“ Maaf, tak kutahu begitu pedih kisah yang harus kau bagi. Namun menurutku, kisah lalu hanyalah memori. Cinta itu selalu ada. Harapan itu selalu menunggu. Tanpa harus mengemis pada mentari. Sebab yang ia miliki juga hanyalah titipan Penciptanya. Dan sepatutnya kita hanya mengucap harap pada-Nya. Meraih cinta-Nya dengan cinta kita.”  

Ah, tak seharusnya aku mengacaukan pagi dengan argumentasi. Lihatlah ia yang beranjak pergi. Namun aku hanya tak ingin ia semakin larut dalam imaji. 

“Hei, aku bersedia menjadi tempat pencarianmu bila kau mau. Jadikan aku mentarimu.”  

Seruan gombalku pun mengakhiri drama pagi. Meninggalkan rasa bersalah. Terlalu cepat cinta menyapaku. Entah untuknya? Tujuh hari berlalu dan aku masih menunggu jawabannya. Ini hari terakhir liburanku. 

Senyuman itu menyambutku saat berbalik karna menyerah dan bersiap pergi. Wajah sendu itu.  

“Apa kau terlalu lama menungguku, Mentariku?” 

Ah, pertanyaan itu. Itu jawaban Gadis Penunggu Mentari untukku. Gadisku.

                                                       
Inderalaya, 3 Januari 2012
17.10 WIB

1 komentar:

  1. Flash Fiction yang Bangfy ketika Bangfy baca seperti sebuah monolog. Dimana tokoh akunya hanya berkonflik pada dirinya sendiri. Tapi karena iniFlash Flaction (FF) perlu juga adanya konflik eksternal karena disinilah letak FF yang sebenarnya. Tapi membaca FF ini Bangfy cukup puas apalagi diksi yang dipakai...Hmm, serasa gimana gitu...Saran jika nti membuat FF perhatikan juga konflik ekternalnya, okay. Selamat FFnya terpilih di pekan kedua hari Selasa. Sukses selalu.

    BalasHapus

Jangan lupa Sobat TERAS untuk berkomentar...